Pemerintah Indonesia diminta untuk segera melakukan revisi UU Migas yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001. Revisi ini dianggap sangat penting untuk mendukung pengembangan sektor hulu migas yang dapat mengoptimalkan ketahanan energi nasional.

Menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung, banyak ketentuan dalam UU tersebut sudah tidak relevan dengan kebutuhan saat ini, sehingga menghambat potensi investasi.

Yuliot menekankan pentingnya evaluasi mendalam terhadap UU Migas guna memberikan kemudahan bagi para investor. Salah satu kendala utama yang perlu diperbaiki adalah prosedur lelang blok migas yang mengharuskan minimal tiga peserta.

Hal itu, menurutnya, cukup membatasi karena jumlah investor aktif yang ada di Indonesia sangat terbatas. Oleh karena itu, penyederhanaan proses investasi di sektor hulu migas diperlukan agar investor potensial tidak kehilangan kesempatan untuk berinvestasi.

Kementerian ESDM juga tengah mencari berbagai solusi untuk menarik minat investor. Misalnya, dengan membuka opsi kontrak di luar skema gross split dan menawarkan model penawaran langsung (direct offer) yang tidak memerlukan studi bersama.

Hal itu diharapkan dapat memudahkan perusahaan yang ingin berinvestasi tanpa terkendala proses administratif yang rumit.

Yuliot juga mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 128 cekungan migas, namun hanya sekitar 20 cekungan yang sudah digarap. Hal ini menunjukkan bahwa banyak potensi migas yang belum dimanfaatkan, dan investasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi migas Indonesia, dengan target 1 juta barel per hari pada 2029-2030.

Perlunya Revisi UU Migas yang Mendalam

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengungkapkan bahwa sekitar 60% ketentuan dalam UU Migas sudah tidak lagi memiliki kekuatan hukum. Ia menyarankan bahwa revisi UU Migas seharusnya dilakukan sejak 2008 untuk memastikan kebijakan energi Indonesia lebih berorientasi pada pembangunan jangka panjang dan keberlanjutan sektor energi.

Selain itu, Wakil Ketua Komisi XII DPR, Sugeng Suparwoto, menyebutkan bahwa meskipun revisi UU Migas selalu menjadi prioritas dalam Prolegnas, pembahasannya selalu tertunda. Hal ini disayangkan karena revisi tersebut sangat dibutuhkan untuk memperkuat sektor hulu migas dan meningkatkan daya tarik investasi.

Kesimpulan

Revisi UU Migas sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi sektor hulu migas Indonesia. Dengan adanya perubahan regulasi yang lebih fleksibel dan efisien, diharapkan sektor migas dapat berkembang pesat dan mendukung ketahanan energi nasional. Peran pemerintah dalam mendorong revisi ini sangat penting agar Indonesia dapat menarik lebih banyak investasi dan mencapai target produksi migas yang ambisius.

Demikian informasi seputar revisi UU Migas. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Subbali.Com.