Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyoroti ancaman ganas krisis iklim terhadap keuangan negara. Dalam pernyataannya, Ani mengingatkan bahwa Indonesia dan dunia sudah mengalami tiga krisis keuangan yang berdampak signifikan. Krisis moneter 1997-1998 menjadi momen bersejarah bagi perekonomian tanah air dan Asia Tenggara secara keseluruhan. Sementara itu, krisis keuangan global 2008-2009 serta krisis keuangan akibat pandemi covid-19 yang dimulai sejak 2019 lalu telah melanda dunia.
Menkeu, Sri Mulyani menegaskan bahwa perubahan iklim menjadi salah satu pemicu krisis berikutnya yang perlu diwaspadai. Dalam konteks ini, peran para ahli keuangan menjadi sangat penting dalam menentukan langkah-langkah kebijakan yang tepat. Para ahli keuangan perlu memahami risiko yang dihadapi akibat perubahan iklim, termasuk dampaknya terhadap nilai aset. Perubahan iklim dapat menyebabkan fluktuasi tajam dalam nilai aset, yang dapat berubah dari nol menjadi satu atau sebaliknya, karena dampak dari pemanasan global yang sangat signifikan.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa dirinya secara aktif berdiskusi dengan para menteri keuangan dari berbagai negara dan juga gubernur bank sentral G20 dan dunia terkait ancaman krisis iklim. Berbagai upaya dan solusi telah diperhitungkan untuk mengantisipasi dampak krisis iklim terhadap keuangan global.
Tiga contoh solusi yang menjadi perhatian adalah melarang penggunaan bahan bakar fosil, memperluas pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), dan mempertimbangkan dampak destruksi akibat krisis iklim terhadap keanekaragaman hayati.
Menkeu memberikan pesan kepada para ahli keuangan untuk menjadi pelopor dalam menyampaikan informasi mengenai risiko-risiko yang terkait dengan perubahan iklim kepada para pembuat kebijakan. Dengan pemahaman yang matang tentang risiko tersebut, pembuat kebijakan dapat mengambil langkah-langkah preventif yang tepat untuk melindungi aset dan mengurangi potensi kerugian. “Jika Anda tidak siap menghadapinya, konsekuensinya dapat sangat besar. Nilai aset bisa turun atau naik, kerusakan terjadi, dan korban akan menderita,” tutup Sri Mulyani.