Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memblokir atau membekukan anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) senilai Rp50,2 triliun pada tahun 2023 melalui kebijakan penyesuaian otomatis atau automatic adjustment. Kebijakan ini merupakan kebijakan lanjutan dari yang diterapkan pada tahun 2022 lalu dengan total anggaran yang dicadangkan sebesar Rp24,5 triliun dari seluruh K/L.
Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengantisipasi kondisi tak terduga yang mungkin terjadi di masa depan. Ini dilakukan bukan dengan cara memotong anggaran atau mengalihkan anggaran, tetapi dengan cara memblokir atau memprioritaskan penggunaan anggaran pada kegiatan yang paling penting. Kementerian Keuangan berharap bahwa kebijakan ini dapat membantu mengurangi risiko dan memberikan ketahanan pada setiap K/L, sehingga dapat melakukan perubahan yang dibutuhkan dalam kondisi yang tidak menentu.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata menjelaskan bahwa sebelum memblokir anggaran, setiap K/L akan dipanggil untuk menentukan kegiatan tahunan mana yang dianggap paling tidak prioritas. Anggaran ini akan diblokir untuk sementara waktu dan akan diatur kembali setelah diperlukan. Isa menyebutkan bahwa ada dua tujuan dari pembekuan anggaran K/L ini. Pertama, membuat masing-masing K/L memiliki ketahanan jika terpaksa melakukan perubahan, dan kedua, melatih K/L dalam memilih prioritas kegiatan.
Kemenkeu Minta K/L Prioritaskan Belanja yang Penting, Blokir Anggaran hingga Rp50,2 Triliun di 2023
Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas keuangan pemerintah dan meminimalkan risiko keuangan yang terkait dengan kegiatan pemerintah. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan anggaran di setiap K/L, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam penyelenggaraan program-program yang ada.
Namun, kebijakan ini juga menuai kritik dari beberapa pihak, terutama dari kalangan legislatif yang menyatakan bahwa kebijakan ini akan mengganggu jalannya program-program yang telah direncanakan oleh K/L. Mereka juga menilai bahwa kebijakan ini tidak sesuai dengan semangat otonomi daerah dan merugikan daerah-daerah yang belum memiliki anggaran yang besar.
Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa kebijakan ini diterapkan untuk mengantisipasi situasi tak terduga dan tidak dimaksudkan sebagai pemotongan anggaran. K/L tetap memiliki kebebasan untuk mengalokasikan anggaran mereka, namun harus dilakukan dengan mempertimbangkan prioritas yang ada.
Kebijakan Kementerian Keuangan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan dan melindungi kepentingan publik. Namun, di sisi lain, pemerintah juga harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan merugikan program-program yang telah direncanakan dan berjalan di masyarakat.