Kabar Presiden Jokowi (Joko Widodo) yang meresmikan larangan ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023 sudah tersebar luas. Hal tersebut bukan tanpa alasan, melainkan karena bauksit bisa diolah menjadi berbagai produk. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan cadangan bauksit Indonesia sangat besar, bahkan bisa bertahan untuk 100 tahun ke depan.
“Terkait dengan produknya, tentu sesudah dari bauksit akan masuk ke alumina. Dari alumina akan masuk ke aluminium atau pemurnian aluminium ingot,” jelasnya di Istana Negara pada Rabu, 21 Desember.
“Dari situ akan turun, keturunannya dalam bentuk batangan atau dalam bentuk flat, tentu nanti akan turun lagi dalam bentuk industri yang sekarang sudah punya ekosistem, yaitu industri permesinan, industri konstruksi,” sambung Airlangga.
Oleh karena itu, Airlangga menekankan larangan ekspor bijih bauksit yang baru saja diumumkan Presiden Jokowi bukan karena cadangan Indonesia menipis, melainkan untuk meningkatkan industri olahan dalam negeri.
Industri Pengolahan Bijih Bauksit Dalam Negeri Sudah Siap!
Ia menekankan industri pengolahan bauksit dalam negeri sudah sangat siap. Setidaknya, saat ini sudah ada empat fasilitas pemurnian bauksit yang masih bisa digunakan dengan kapasitas sebesar 4,3 juta ton. “Selain itu, pemurnian bauksit dalam tahap pembangunan itu kapasitas inputnya adalah 27,41 juta ton dan kapasitas produksinya 4,98 juta ton atau mendekati 5 juta ton,” ungkapnya.
Sementara itu, Jokowi memprediksi pendapatan negara bisa meningkat menjadi Rp62 triliun dengan kebijakan larangan ekspor bijih bauksit ini. “Dari industrialisasi bauksit di dalam negeri kita perkirakan pendapatan negara akan meningkat dari Rp21 triliun menjadi kurang lebih sekitar Rp62 triliun,” kata Jokowi.
Selain mendorong hilirisasi, larangan ekspor bijih bauksit juga bisa meningkatkan penciptaan lapangan kerja baru, meningkatkan penerimaan devisa dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.